Aku suka berlari. Pagi-pagi, jika
cuaca memungkinkan, aku akan jogging keliling kampus IPB. Menghirup udara pagi,
menghirup bau tanah, melihat dedaunan yang masih basah sisa hujan semalam, atau
mungkin juga karena embun, dan merasakan angin dingin pagi menerpa wajah
rasanya unik sekali. Menyenangkan. Aku memang suka berlari, semenjak dulu,
seperti…
Saat aku masih jadi anak SD. Sering
sekali berlari untuk mengejar orang jualan yang lewat depan rumah. Antusias sekali,
bukan karena antusias mau jajan (eh iya juga sih ,hehe) tapi karena aku suka
berlari. Atau saat Ayah baru pulang kerja. Meskipun sedang asik-asiknya bermain
di lapangan, pas motor ayah lewat, aku akan segera berlari pulang. Sesampainya
di rumah, hanya bilang “ayah udah pulang ya??? “ dan jawaban ayah “dekil
sekali. Mandiiiii…”
Atau saat aku berhasil masuk SMP
favorit dengan nilai terbaik. Aku langsung berlari, berlari secepat mungkin,
berlari dan tidak memperdulikan apapun, berlari menerobos gerimis, berlari dari
SMP ke rumah yang jaraknya tidak dekat tentu saja. Berlari dan tidak
memperdulikan para supir angkot yang menawari untuk menumpang. Berlari secepat
mungkin untuk menyampaikan kabar baik itu untuk mama dan ayah.
Termasuk saat aku
ingin keluar dari kepenatan dan rasa sedih. Berlari.
Berlari sambil menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia dengan cara tak
lazim. Saat melihat gumpalan awan di angkasa. Saat menyimak wajah-wajah lelah
pulang kerja. Saat menyimak tampias air yang membuat bekas di langit-langit
kamar. Dengan pemahaman secara berbeda aku selalu merasakan sesuatu yang
berbeda pula. Memberikan kebahagiaan yang utuh – yang jarang disadari – atas
makna detik demi detik kehidupan.
Karena aku percaya bahwa apa saja yang Allah anugerahkan kepada
manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya, dan
apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk
melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (surah
Al Fathir ayat 2).
Duhai, bukankah itu lebih dari cukup untuk menenangkan hati? Karena sungguh bagi orang beriman, adalah tugasnya untuk melakukan yang terbaik, berusaha yang terbaik, lantas sisanya biarlah Allah yang menentukan. Itu sungguh dapat menentramkan hati yang membara, kerinduan yang tiada terperi, keinginan yang menggunung, dan berbagai sifat manusiawi lainnya.
Duhai, bukankah itu lebih dari cukup untuk menenangkan hati? Karena sungguh bagi orang beriman, adalah tugasnya untuk melakukan yang terbaik, berusaha yang terbaik, lantas sisanya biarlah Allah yang menentukan. Itu sungguh dapat menentramkan hati yang membara, kerinduan yang tiada terperi, keinginan yang menggunung, dan berbagai sifat manusiawi lainnya.
Semangat \^.^/