Sabtu, 15 September 2012
Menyukai si(apa) yang memang pantas untuk disukai
Aku tak pernah menyukai minuman susu. Entah dalam rasa apapun, aku tak suka. Jangan tanyakan kenapa, karena akupun tak tau alasannya. Toh bukannya dalam urusan suka atau tidak suka, tidak selalu memerlukan alasan bukan??? Mama selalu cerita bahwa dari ketiga anaknya aku yang paling rewel kalau disuruh minum susu saat balita dulu. Lagi-lagi jangan tanyakan betapa kuwalahannya beliau menghadapiku, pusing tujung keliling takut-takut anaknya itu kekurangan nutrisi.
Lalu aku masuk IPB departemen Biokimia. Bisa dikatakan bahwa jurusanku ini menghabiskan banyak waktu di laboratorium, berteman akrab dengan larutan-larutan kimia ini dan itu. Dosen selalu menghimbau agar tidak lupa meminum susu, untuk menetralisir kalau-kalau ada zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Mau gak mau ya aku harus minum, takut juga kalau bandel. Awal- awal rasanya tersiksa banget, bagaimana mungkin memakan/meminum sesuatu yang tidak kita sukai itu bakal menyenangkan. Aku ceritakan itu semua pada mama. Otomatis mama jadi over banget nelfon cuma buat ngingetin minum susu. Aku bilang “gak suka mamaaaaaa”…lalu satu hal yang membuatku paham saat mama bilang kenapa tidak bisa menyukai Sesutu yang jelas-jelas baik bagimu, kenapa kamu malah suka jajan es lilin, minuman-minuman bersoda, yang jelas-jelas gak memberikan manfaat apa-apa, bahkan bisa jadi merugikan. Coba untuk berfikir jernih. Coba untuk menyukai apa yang memang pantas untuk disukai. Well, kemudian aku belajar menyukai susu. Akhirnya aku jadi suka, sukaaaaaa banget. Semudah itu membolak-balik perasaan diri sendiri jika memang mau dipikirkan secara baik-baik. Jadi, bullshit banget kalau ada yang bilang dia segala-galanya buat gue, gak akan pernah bisa gue lupain dia…blablabla…
Hmmm…menyukai apa yang memang pantas untuk disukai. Aku setuju. Sampai detik ini aku masih tidak bisa memahami pikiran beberapa kawanku “ pacar gue sering banget nyeleweng, tapi namanya cinta gimana dong???selalu aja gue maafin…” atau “ dia gak pernah perhatian sama gue, sedih banget…” “lalu kenapa kamu suka dia???” tanyaku polos.. “namanya cinta Ndy…gimana lagi” atau mega adikku, sering aku marah padanya “ mega kenapa sering banget sih beli jajanan itu? Kan di reportase investigasi makanan itu gak sehat, banyak pengawetnya…” dia cuma jawab “ iya mbak…tauuu…namanya suka mau gimana lagi”. Aku tak bisa menyalahkan, memang terkadang cinta mengalahkan logika.
Tapi kita bisa jika berfikir bisa bukan??? Kita akan bisa jika kita mau belajar bukan??? Menimbang-nimbang apakah yang kita benci memang pantas untuk dibenci??? Apakah yang kita sukai memang berhak untuk disukai???
Hmmm…semoga kita selalu belajar dari waktu kewaktu, agar menjadi manusia yang lebih baik.
insyaallah.
Langganan:
Postingan (Atom)